Senin, 24 Oktober 2011

“Dia Tanpa Aku”


Ronald, cowok kelas 2 SMA, sudah lama naksir Citra yang masih kelas 3 SMP. Tapi Ronald belum mau PDKT. Ia mau menunggu Citra masuk SMA, maka dari itu sepulang sekolah Ia selalu mengajak sahabatnya, Andika ke sekolah Citra untuk mengamati Citra dari kejauhan. Segala informasi-informasi seputar Citra seperti hobi, cita-cita dan bahkan foto tersimpan di buku catatannya. Keisengan Citra lah yang mempertemukannya dengan Ronald, tapi hanya sebatas pertemuan dan Citra tidak sempat tau nama Ronald.

Waktunya menyambut Citra di SMA untuk mengungkapkan isi hatinya telah di persiapkannya dengan menabung uang untuk membeli baju dan sepatu khusus yang akan di persembahkannya untuk Citra, bahkan Ia rela membawa lontong dan bakwan udang ke sekolah untuk di jual kepada teman-temannya.Saat yang di tunggu Ronald selama berbulan-bulan akhirnya tiba. Citra masuk SMA. Namun Ronald kecewa karena ternyata Citra masuk ke SMA yang sama dengan adiknya, Reinald dan sekelas pula. Ronald memutuskan untuk menemui Citra alasannya karena Ia takut keburu direbut orang. Namun keinginan dan harapan Ronald untuk menemui Citra tidak terwujud. Di temani Andika, Ronald pergi ke rumah Citra. Tepat di depan gang rumah Citra, Andika menyerahkan buket bunga yang masih mekar. Usai itu Ronald berbalik dan semuanya seakan menjadi hitam, kelam dan tenggelam. Ronald tewas ketika mobil sedan dengan kecapatan maksimum datang dari arah yang tak di duga.

Sejak kematian Ronald, Reinald sangat terpukul. Sempat timbul kebencian di hati Reinald pada Citra. Reinald selalu menganggap kalau Citra lah yang membunuh abangnya. Kebencian Reinald mulai membara ketika Citra berdiri di hadapannya, tetapi sebelum Citra berbicara. Ia mengajak Citra untuk datang kerumahnya. Di rumah, Reinald mengingatkan Citra kembali pada Ronald dengan menyerahkan foto Ronald, karena sebelumnya Ronald pernah menolong Citra karena keisengannya. Namun Citra sedikit pun tidak mengingat wajah itu.

Keesokan harinya, Reinald menyuruh Roni pindah tempat duduk bersama Loni dan Reinald sendiri duduk dengan Citra. Hari demi hari di lewati Citra di temani Reinald. Tidak pernah sedikit pun Citra lepas dari pengetahuaanya. Kadang-kadang Citra bosan dan ingin memberontak, tetapi Reinald tak merespon itu.

Suatu hari Citra lupa membawa buku cetak Pendidikan Kewarganegaraan. Citra langsung panik. Namun kepanikan itu mereda ketika Reinald menyodorkan buku cetaknya pada Citra. Alhasil, saat jam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Reinald dihukum keluar kelas karena tidak membawa buku cetak.

Hari-hari dihadapi Citra dengan senyuman di temani Reinald. Kini Ia tidak takut keisengannya membuat Ia sial. Karena ada Reinald yang selalu berada di sampingnya. Namun bayang-bayang Ronald terus mendatangi Reinald. Akhirnya Ia memutuskan agar tidak dekat pada Citra. Mulai dari berangkat sekolah, ke kantin, duduk dan aktivitas lain yang biasa mereka lakukan bersama kini tidak lagi berjalan dengan kebersamaan. Reinald selalu mencari alasan agar Ia tidak dekat dengan citra. Hingga Citra merasa bingung dan kesepian.

Kesendirian itu tidak berlansung lama saat Reinald menyadari bahwa bukan Citra penyebab kematian abangnya. Hingga pada suatu saat, Reinald mengajak Citra ke rumahnya untuk belajar bahasa inggris karena ada ulangan. Ternyata bukan Cuma mereka berdua di rumah melainkan ada Andika juga.

Sebelum belajar, Citra menyuruh Reinald menyetel radio. Dengan malas Reinald meminjam radio ke kamar Bi Minah, pembantunya. Reinald mulai memutar-mutar turning. Tiba-tiba gerakan tangannya berhenti. Samar-samar di dengarnya lagu Gleen-Dewi yaitu lagu kesukaan abangnya.

Ketika lagu itu berakhir, suara sang penyiar cewek lansung membuka pembicaraan. Ia memberi tahu bahwa ada tamu di studionya yang di undang atas permintaan pendengar. Suara itu seperti tidak asing di telinga Reinald. Suara itu persis dengan suara almarhum abangnya. Sang tamu itu mulai menceritakan kisah cinta pertamanya yang tidak pernah terwujud dan juga bercerita tentang adik lelakinya. Ia memiliki gebetan bernama Devi bukan Citra.

Sesaat setelah cerita itu berakhir, Samar-samar terdengar lagu yang sama ketika di awal perjumpaan tadi disusul dengan suara sang penyiar yang mengatakan siapapun yang ingin berinteraksi langsung dengan sang tamu, ada satu nomor telepon yang bisa dihubungi.

Di deringan pertama, sang tamu langsung menjawab Citra. Mereka berbicara sangat akrab. Ketegangan Reinald bertambah saat Citra memberi hp nya pada Reinald dari perintah sang tamu. Di telepon sang tamu berpesan agar selalu menjaga Citra dan sang tamu juga bilang bahwa Ia sayang dengn Reinald. Kata-kata itu jelas berarti bahwa tamu itu adalah Ronald, almarhum abangnya.

Keesokannya Reinald mengajak Citra ke makam abangnya. Reinald menjelaskan semuanya kepada citra. Tapi Citra hanya bisa diam membungkam. Mereka hanya bisa menyampaikan doa bagi seseorang yang kini dipeluk bumi dan tidur dalam diam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar